Tuesday, May 29, 2018

PUISI-PUISI EMHA AINUN NADJIB

TAHAJJUD CINTAKU



Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan
Mahaagung ia yang mustahil menganugerahkan keburukan
Apakah yang menyelubungi kehidupan ini selain cahaya
Kegelapan hanyalah ketika taburan cahaya takditerima
Kecuali kesucian tidaklah Tuhan berikan kepada kita
Kotoran adalah kesucian yang hakikatnya tak dipelihara
Katakan kepadaku adakah neraka itu kufur dan durhaka
Sedang bagi keadilan hukum ia menyediakan dirinya
Ke mana pun memandang yang tampak ialah kebenaran
Kebatilan hanyalah kebenaran yang tak diberi ruang

Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan
Suapi ia makanan agar tak lapar dan berwajah keburukan
Tuhan kekasihku tak mengajari apa pun kecuali cinta
Kebencian tak ada kecuali cinta kau lukai hatinya
1988

 

Monday, May 28, 2018

Cinta Yang Lupa Ingatan - Kedung Darma Romansha

ketika melihat matamu
lampu kota padam oleh soriot magismu
sebab senyummu
sanggup menjinakkan jalangnya kota ini
manakala setiap paha perempuan terbuat dari keju
dan gedung-gedung dibangun dari kosmetik eropa

tak ada yang lebih harum dari perangaimu
ketika tuhan cemburu pada wajahnya sendiri
aku cepat-cepat mencurinya darimu


Sunday, May 27, 2018

Wahai Pemuda Mana Telurmu? - Sutardji Calzoum Bachri

Apa gunanya merdeka
Kalau tak bertelur?
Apa gunanya bebas
Kalau tak menetas?
Wahai bangsaku
Wahai Pemuda
Mana telurmu?

Burung
Jika tak bertelur
Tak menetas
Sia-sia saja terbang bebas


PUISI-PUISI ABDUL WACHID B.S

Doa Pencinta
ya Allah
kemiskinan ada di sekitar saya
tetapi mengapa sajak-sajakku hanya
berkisah tentang cinta
Mu saja?
Yogyakarta, 15 Juli 2012


Kendi
bagaikan kendi yang
senantiasa kau isi dengan
cinta dan pengetahuan
aku tiada terasa selalu
ngucurkan airmata
duka dan nestapa
tawa dan bahagia
teraduk dan tersabda
menjelma menjadi
kendi yang selalu kau
isi aku dengan hasratmu
aku akan berjaga, ada
sedangkan kau
si penuang agung itu
sekaligus peminumnya
aku cumalah kendi
minum, minumlah
orang datang orang pergi
mencari-cari diri, lelah
kehausan, kekasih sejati
ya, aku kendi abadi
hingga kelak kau titahkan
aku dengan salammu yang
hidup tidak berkesudahan
Yogyakarta, 20 Juni 2012

PUISI-PUISI ABDUL KADIR IBRAHIM

20
ingat,
ingatingat
mata ke pandang lebih dekat
mulut ke rasa lebih dekat
hidung ke bau lebih dekat
telinga ke dengar lebih dekat
kulit ke daging lebih dekat
daging ke tulang lebih dekat
urat ke darah lebih dekat
jantung ke napas lebih dekat
dekat!
rapat
allah
pemangkat, kalbar, 1990



66
kalau ke hidup
          ke hiduplah engkau
     ya allah
kalau ke laut
          ke lautlah engkau
     ya allah
kalau ke gunung
          ke gununglah engkau
     ya allah
kalau ke padang
          ke padanglah engkau
     ya allah
kalau ke sakit
          ke sakitlah engkau
     ya allah
kalau ke mati
          ke matilah engkau
     ya allah
aku telah
            sampai
                        teruslah
pekanbaru, 1991


PUISI-PUISI AMIR HAMZAH



ASTANA RELA  

Tiada bersua dalam dunia
tiada mengapa hatiku sayang
tiada dunia tempat selama
layangkan angan meninggi awan

Jangan percaya hembusan cedera
berkata tiada hanya dunia
tilikkan tajam mata kepala
sungkumkan sujud hati sanubari

Mula segala tiada ada
pertengahan masa kita bersua
ketika tiga bercerai ramai
di waktu tertentu berpandang terang

Kalau kekasihmu hasratkan dikau
restu sempana memangku daku
tiba masa kita berdua
berkaca bahagia di air mengalir

Bersama kita mematah buah
sempana kerja di muka dunia
bunga cerca melayu lipu
hanya bahagia tersenyum harum

Di situ baru kita berdua
sama merasa, sama membaca
tulisan cuaca rangkaian mutiara
di mahkota gapura astana rela.


PUISI-PUISI A. SETIAWAN

Nyanyian Sepanjang Belukar

Aku mendapatkan senyummu
Yang tersangkut pada akar-akar rumput
Memberikan kehidupan pada
Anyelir yang dahaga

Lalu kami menemukan tempatmu
Sembunyi
Yang dikabarkan oleh selembar
Puisi
Yang hampir tak bisa lagi
Kukenali
Karena hapus terguyur siraman
Hujan

Tiupan angin memberikan
Bentuk kebahagiaan
Yang dulu pernah terpendam
Meskipun tak pernah padam
Nyalanya

Aku bertemu keindahan
Pada angkasa yang gemerlap


PUISI-PUISI A. RAHIM ELTARA

Sajak Waktu
Gemercik gaib air pancuran
Menyapa penghulu batu
Hujan sesal pusat mawar
Tak henti-henti mengetuk jendela kealpaanku
“Mari kita tukar mimpi dengan gerak kekangenan suci.”
Sumbawa, 2003



Pesan
Begitulah setiap hari daun-daun itu
Gugur merayap mencium telapak akar pangkal
Setelah tutur ceritanya lengkap dan
Hanya satu kuncup pesan terbuka untuknya:
“Suburkan rindang kasih bunda”
Sumbawa, 1989

Friday, May 25, 2018

PUISI-PUISI ALIZAR TANJUNG



Puisi Buatan Buah Tomat

aku butuh sebuah puisi dari buah tomat. aku kupas kulit
tomat itu dengan mata pisau paling tajam, buat meyakinkanku
bahwa itu mengurangi sakit. aku iris daging tomat
yang kemerahan, melintang dari ujung ke tampuk yang
memberi hidup, bijinya aku congkel dengan ujung
mata pisau, satu persatu aku tampung dalam tempurung
kelapa tua yang telah diisi hati abu tungku.

kulit tomat aku jadikan judul puisi, empat kata kurasa cukup.
daging tomat aku jadikan isi puisi, terdiri dari dua bait,
bait satu punggung daging tomat, bait dua perut daging tomat.
biji tomat aku keringkan dalam abu tungku, aku semai,
aku tumbuhkan di belakang rumah, di bawah lindungan atap.
biji itu khusus untukmu, su.

(2013)



PUISI-PUISI AHMAD YULDEN ERWIN



Dari Kenangan Li-Young Lee

Petang musim gugur terhuyung memeluk daun pintu di beranda remang apartemen tua, dua letih bertemu, senyap menatap sekincir kenangan di ranting mapel; gigil sepasang sayap gagak, pelintas perih dua benua, umpama lanun dikutuk membenci bendera apa pun.
Dari satu saku jaket ditariknya sejarik lusuh sisa gaun, hanya lesit bau sangit penyimpan jerit ribuan korban, seakan ampas sejarah terbakar ditanam di kaki nisan, di balik nonsens, denting darah dari dawai samisen dipetik awal bulan Mei sebelum rezim diruntuhkan.
Petang mengapung di sungai keruh, cuaca mengayuh derau angin, selenting desis pada urat betis terbakar adalah kenangan yang lain; kelingking kiri menyeka embun mengalir perlahan di pipi melepuh—sekelam biji mata ikan cod—di sana seorang putri merengek
teringat lengking bidadari mandi dan bujang pemburu mengintip di balik mimosa; dengus di tepian sendang, menyeret puan ke bilik sepi—menanak sebutir nyeri. Sebentar tercekat, erat-erat kaupeluk bahu putrimu sebelum berbisik: “Lupakan dongeng itu, ibumu kini
dipeluk selendang terbang malam-malam ke surga, ke mega-mega, di balik nisan itu.” Berkisar kembali, cuaca minus dia di Lincoln County, bermuka-muka dua turis
duduk di Cafe Mississippi; seorang lelaki sekutuk-sekutuk meludahi riwayat kembar dua kota.

Dihampiri kenangan ketiga, lelaki itu mulai merintih seolah sebatang pena menoreh luka di lambungnya saat awan putih memeluk bukit putih, tanpa tangis, meski sepasang tangan itu berayun menjadi bengis, menancapkan linggis ke kening bayi berparas sedih.
Setiap metafora tak lain taring, penggigit pelir anjing, gerutumu—sebelum merutuki kuntum-kuntum mapel gugur menjemput lima larik puisi gering—perlahan kauiris catfish di piring; seorang turis yang kelaparan di Kafe Mississippi, menaburi lada ke jarinya sendiri.

Begitu malam melaju, dua turis dari negeri cincin api menyurusi Fifth Avenue, masuk toko gantungan kunci; yang satu termangu menatap neon merkuri, yang lain mencekik sebotol wiski. Ah, di sini Tuhan telah pergi, jauh sekali, jauh di belakang kami, gerutumu sembari
mendorong daun pintu, derit yang menyimpan ngilu. Malam itu dua lelaki melepas satu puisi. Meski selalu kau merasa bukan pengungsi, pas tersisa satu nyeri, dibakar amuk hingga mimpi: “Tak bisa aku kembali, putriku hangus di gerai pagi.” Ia padam disiram wiski.

PUISI-PUISI ADIMAS IMMANUEL



Banal

"Aku hanya butuh semenit" katamu.
Benar-benar semenit, sepenggalah sakit.
Malam memasung jari-jarimu.
Memisah-misahkan kerapuhan
pada bilik yang tak sudi kau tilik.
"Aku hanya butuh semenit." ulangmu.
Lalu dari balik jeruji di paling ujung
ada yang tiba-tiba lantang bersuara:
"Ia hanya butuh sedetik untuk memetik
nama mereka dan menaklukanmu.
Kesedihan, kau tahu, seperti ritus
yang tak putus-putus." sambung maut
dengan nada ketus. Teramat ketus.



Kalvari 

Kau masih saja mahkota duri
bagi kepala yang sehari-hari
tidur berkalang nyeri.


PUISI-PUISI ABDUL HADI W.M



LAGU DALAM HUJAN

Merdunya dan merdunya
Suara hujan
Gempita pohon-pohonan
Menerima serakan
Sayap-sayap burung

Merdunya dan merdunya
Seakan busukan akar pohonan
Menggema dan segar kembali
Seakan busukan daun gladiola
Menyanyi dalam langsai-langsai pelangi biru
Memintas-mintas cuaca

Merdunya dan merdunya
Nasib yang bergerak
Jiwa yang bertempur
Gempita bumi
Menerima hembusan
Sayap-sayap kata

Ya, seakan merdunya suara hujan
Yang telah menjadi kebiasaan alam
Bergerak atau bergolak dan bangkit
Berubah dan berpindah dalam pendaran warna-warni
Melintas dan melewat dalam dingin dan panas

Merdunya dan merdunya
Merdu yang tiada bosan-bosannya
Melulung dan tiada kembali
Seakan-akan memijar api

1970


Kepada Anakku

Anakku.. Seperti kata seorang pujangga Kau bukan milikku Kau adalah anak jamanmu Seperti aku adalah anak jamanku Tapi anakku.. ...