Friday, May 25, 2018

PUISI-PUISI ADIMAS IMMANUEL



Banal

"Aku hanya butuh semenit" katamu.
Benar-benar semenit, sepenggalah sakit.
Malam memasung jari-jarimu.
Memisah-misahkan kerapuhan
pada bilik yang tak sudi kau tilik.
"Aku hanya butuh semenit." ulangmu.
Lalu dari balik jeruji di paling ujung
ada yang tiba-tiba lantang bersuara:
"Ia hanya butuh sedetik untuk memetik
nama mereka dan menaklukanmu.
Kesedihan, kau tahu, seperti ritus
yang tak putus-putus." sambung maut
dengan nada ketus. Teramat ketus.



Kalvari 

Kau masih saja mahkota duri
bagi kepala yang sehari-hari
tidur berkalang nyeri.





Mantra Tubuhmu
 
mendekatkan tubuhku
ke tubuhmu,
seperti pembacaan mantra
yang tak pernah kutahu
di mana jedanya.
banyak kota-kota belia
longsor ke dalam racau
bulan meminyaki
bayangannya sendiri
di rambut yang licau.
mendekatkan tubuhku
ke tubuhmu,
seperti pengulangan panik
dalam kisah ketabahan
agama-agama abrahamik.
merekatkan belulangku
ke engsel belulangmu
seperti dipaksa memilih:
suku kata -nga atau -nya
yang harus dibubuhkan
sebagai penutup rapalan
setelah tak lagi jelas
mana mantra mana doa.
aku hanya tahu luka
kian nganga kian nyata
setelah di tungku baka
belulangmu dan belulangku
berulang-ulang diremukkan
seperti mantra
seperti mantra.



Senggama 

Kelaminkata semburkan sepi, usailah gelinjangkata oh dan uh.
Pagi bergegas membilas diri: dari cemar yang mengoyak ruh.



Jejak Kaki di Mana-Mana  

nanti ketika tua
kaki-kaki lemari
kaki-kaki meja
akan berlarian
meninggalkan lapik
sujud di kaki ibunya
kaki-kaki pohon
di kaki gunung
di kegelapan sana
sebelum kaki ibunya
diamputasi saudara
jadi kaki palsu
segelintir orang
kaki tangan negara
yang berulangkali
menendang warganya
agar kaki ibunya
jadi kaki kesadaran
yang memapah
kaki-kaki bahasa
tuk tinggalkan jejak
tapak-tapak sajak
tuk menginjak-injak
geronjal ingatanmu:
kau harus punya kaki
entah kaki sendiri
atau kaki tetanggamu
tak soal kurus bertulang
berkoreng atau timpang
asal perpanjangan tangan
mulut yang memaki
dan jadi catatan kaki
di kepala sesamamu
kaki-kakimu harus
tiada letih mengejar
kaki-kakimu harus
bisa menyepak kepala
yang cuma mikir
cara meluruskan kaki
ketika warganya
diserang pertanyaan
untuk apa punya kaki
jika tak tahu lagi
cara berdiri.

No comments:

Post a Comment

Kepada Anakku

Anakku.. Seperti kata seorang pujangga Kau bukan milikku Kau adalah anak jamanmu Seperti aku adalah anak jamanku Tapi anakku.. ...