Kau bahkan tidak mengerti
di kamar ini telingaku layu,
aku tak bisa mendengar
jejak kakimu yang menjauh
ingin kulempar mataku mencari
arah pergimu ke bibir jendela
yang gemetar menahan gigil hujan
meneteskan sunyi-sunyi
untuk lebur ke dalam diri
di kamar yang menyimpan
rasa sakit menjadi kata-kata
yang barangkali luput
dari mimpi kita itu.
Kau bahkan tidak memahami
cinta dan maut terasa sengit
di dinding kamarku, menghapus
huruf-huruf yang selalu ingin pergi
dari sebuah buku puisi
seperti takdir seorang penyair
untuk mencintai kamus kehilangan
di antara sunyi purba yang meriap
nama kita di batu saja.
Arco Transept
2018
Monday, September 24, 2018
Friday, September 7, 2018
Sajak Balsem untuk Gus Mus
Akhir-akhir ini banyak
orang gila baru berkeliaran, Gus.
Orang-orang yang hidupnya
terlalu kenceng dan serius.
Seperti bocah tua yang fakir cinta.
Saban hari giat sembahyang.
Habis sembahyang terus mencaci.
Habis mencaci sembahyang lagi.
Habis sembahyang ngajak kelahi.
Dikit-dikit marah dan ngambek.
Dikit-dikit senggol bacok.
Hati kagak ada rendahnya.
Kepala kagak ada ademnya.
Menang umuk, kalah ngamuk.
Apa maunya? Maunya apa?
Dikasih permen minta es krim.
Dikasih es krim minta es teler.
Dikasih es teler minta teler.
Kita sih hepi-hepi saja, Gus:
ngeteh dan ngebul di beranda
bersama khong guan isi rengginang,
menyimak burung-burung
bermain puisi di dahan-dahan,
menyaksikan matahari
koprol di ujung petang.
Bahagia adalah memasuki hatimu
yang lapang dan sederhana,
hati yang seluas cakrawala.
(Jokpin, 2016)
Monday, September 3, 2018
TENTU. KAU BOLEH - Sapardi Djoko Damono
Tentu. Kau boleh saja masuk,
masih ada ruang
di sela-sela butir-butir darahku.
Tak hanya ketika rumahku sepi,
angin hanya menyentuh gorden,
laba-laba menganyam jaring,
terdengar tetes air keran
yang tak ditutup rapat;
dan di jalan
sama sekali tak ada orang
atau kendaraan lewat.
Tapi juga ketika turun hujan,
air tempias lewat lubang angin,
selokan ribut dan meluap ke pekarangan,
genting bocor dan aku capek
menggulung kasur dan mengepel lantai.
Tentu. Kau boleh mengalir
di sela-sela butir darahku,
keluar masuk dinding-dinding jantungku,
menyapa setiap sel tubuhku.
Tetapi jangan sekali-kali
pura-pura bertanya kapan boleh pergi
atau seenaknya melupakan
percintaan ini.
Sampai huruf terakhir
sajak ini, Kau-lah yang harus
bertanggung jawab
atas air mataku.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Kepada Anakku
Anakku.. Seperti kata seorang pujangga Kau bukan milikku Kau adalah anak jamanmu Seperti aku adalah anak jamanku Tapi anakku.. ...
-
Aku Sengaja Mencintaimu Untuk Kausia-siakan aku sengaja mencintaimu untuk kausia-siakan seumpama jendela yang setia mengamatimu melangk...
-
Pastoral Kabut yang mengepungmu Telah runtuh menjadi kata-kata Rumah kayu hanya menyisakan dinginnya Dan sunyi mengendap di sana...
-
Dari Kenangan Li-Young Lee Petang musim gugur terhuyung memeluk daun pintu di beranda remang apartemen tua, dua letih bertemu, senyap ...