Monday, December 3, 2018

Kepada Anakku

Anakku..
Seperti kata seorang pujangga
Kau bukan milikku
Kau adalah anak jamanmu
Seperti aku adalah anak jamanku
Tapi anakku..
Kau bisa belajar dari jamanku
Untuk membangun jamanmu
Kau bisa membuang sampah jamanku
Untuk membersihkan jamanmu
Dan mengambil mutiara-mutiaranya
Untuk memperindahnya

Anakku
Sejak jaman nenek moyangmu
Kemerdekaan merupakan dambaan
Bersyukurlah ini
Kemerdekaan telah berada di tanganmu
Kemerdekaan jika kau tahu hakekatnya oh anakku
Bisa membuatmu kuat, liat
Bisa membuatmu kreatif dan giat
Kemerdekaan adalah pusakamu paling keramat

Tapi anakku..
Apakah kau sudah benar-benar merdeka
Atau baru merasa merdeka
Ketahuilah anakku
Merdeka bukan berarti boleh berbuat sekehendak hati
Jika demikian kemerdekaan
Tak ada bedanya dengan anarki
Karena kau tak hidup sendiri
Bagiku menabrak kemerdekaan pihak lain
Kemerdekaanmu harus berhenti

Ingatlah anakku..
Kau tak akan pernah benar-benar merdeka
Sebelum kau mampu 
Melepaskan diri dari belenggu perbudakan
Oleh selain Tuhanmu
Termasuk penjajahan
Oleh nafsumu sendiri
Jadilah hanya hamba Tuhanmu
Maka kau akan benar-benar merdeka

Oh anakku..
Sejak jaman nenek moyangmu
Orang merdeka sekalipun
Tak mampu membangun kehidupan
Bila kebenaran dan keadilan tak ditegakkan
Sedangkan kebenaran dan keadilan
Tak pernah bisa ditegakkan
Tak bisa ditegakkan dengan kebencian
Tak bisa...Tak bisa..tak bisa ditegakan dengan kebencian

Anakku..
Kebenaran dan keadilan bagi kebahagiaan hidup bersama
Hanya bisa ditegakkan dengan kasih sayang
Karena kasih sayang berasal dari Tuhan
Dan kebencian dari setan

Anakku..
Ada seratus kasih sayang Tuhan
Satu diantaranya diturunkan ke bumi
Dianugerahkan kepada mereka yang Ia kehendaki
dan Ia kasihi
Termasuk induk kuda yang sangat hati-hati
Meletakkan kakinya takut menginjak anaknya sendiri

Alhamdulillah
Aku dan ibumu ..Tsuroiya
Mendapatkan itu
Karena itu mengasihi dan menyayangimu

Harapan dan doa kami 
Kaupun mendapatkan bagian
Kasih sayang itu 
Untuk mengasihi menyayangi suamimu
Anak-anakmu dan sesamamu


Mustofa Bisri
Rembang, 2001

Monday, September 24, 2018

RIAP SUNYI

Kau bahkan tidak mengerti di kamar ini telingaku layu, aku tak bisa mendengar jejak kakimu yang menjauh ingin kulempar mataku mencari arah pergimu ke bibir jendela yang gemetar menahan gigil hujan meneteskan sunyi-sunyi untuk lebur ke dalam diri di kamar yang menyimpan rasa sakit menjadi kata-kata yang barangkali luput dari mimpi kita itu.

Kau bahkan tidak memahami cinta dan maut terasa sengit di dinding kamarku, menghapus huruf-huruf yang selalu ingin pergi dari sebuah buku puisi seperti takdir seorang penyair untuk mencintai kamus kehilangan di antara sunyi purba yang meriap nama kita di batu saja.


Arco Transept
2018

Friday, September 7, 2018

Sajak Balsem untuk Gus Mus

Akhir-akhir ini banyak
orang gila baru berkeliaran, Gus.
Orang-orang yang hidupnya
terlalu kenceng dan serius.
Seperti bocah tua yang fakir cinta.
Saban hari giat sembahyang.
Habis sembahyang terus mencaci.
Habis mencaci sembahyang lagi.
Habis sembahyang ngajak kelahi.
Dikit-dikit marah dan ngambek.
Dikit-dikit senggol bacok.
Hati kagak ada rendahnya.
Kepala kagak ada ademnya.
Menang umuk, kalah ngamuk.
Apa maunya? Maunya apa?
Dikasih permen minta es krim.
Dikasih es krim minta es teler.
Dikasih es teler minta teler.
Kita sih hepi-hepi saja, Gus:
ngeteh dan ngebul di beranda
bersama khong guan isi rengginang,
menyimak burung-burung
bermain puisi di dahan-dahan,
menyaksikan matahari
koprol di ujung petang.
Bahagia adalah memasuki hatimu
yang lapang dan sederhana,
hati yang seluas cakrawala.
 
 
(Jokpin, 2016)

Monday, September 3, 2018

TENTU. KAU BOLEH - Sapardi Djoko Damono


Tentu. Kau boleh saja masuk,
masih ada ruang
di sela-sela butir-butir darahku. 

Tak hanya ketika rumahku sepi,
angin hanya menyentuh gorden,
laba-laba menganyam jaring,
terdengar tetes air keran
yang tak ditutup rapat;
dan di jalan
sama sekali tak ada orang
atau kendaraan lewat. 

Tapi juga ketika turun hujan,
air tempias lewat lubang angin,
selokan ribut dan meluap ke pekarangan,
genting bocor dan aku capek
menggulung kasur dan mengepel lantai.

Tentu. Kau boleh mengalir
di sela-sela butir darahku,
keluar masuk dinding-dinding jantungku,
menyapa setiap sel tubuhku. 

Tetapi jangan sekali-kali
pura-pura bertanya kapan boleh pergi
atau seenaknya melupakan
percintaan ini. 

Sampai huruf terakhir
sajak ini, Kau-lah yang harus
bertanggung jawab
atas air mataku.

Friday, August 24, 2018

KEPADA SEPI

kita terbuat dari segala persembunyian,
kau sembunyikan aku dari mereka,
dan dariku kau bersembunyi dengan mereka.

cinta kita akan diam-diam
aku diam-diam mendoakanmu
kau diam-diam menduakanku.

tak usah kau asuh rinduku
sebab sudah kubasuh segala sedih,
saat serigalamu mengambil alih.

Alfin Rizal

Friday, July 6, 2018

Zaman Terkutuk - Em Yasin Arief

Zaman Terkutuk

Aku terseret-seret zaman millennial
Telpon pintarku tiada henti merantai tangan
Hangat kebersamaan mendadak sunyi
Ramai-ramai kita menunduk pada layar
Gelombang kata-kata tanpa makna
membludak dari mulut cuma-cuma
Pendapat berhamburan tanpa nalar
Budaya tak menghidupkan jiwa
Anak muda mengkritik tanpa membaca
Guru berteori tanpa menginjak bumi
Tren menjadi konsumsi sehari-hari
Arus menggerus akar tradisi
Hidup tak berguna tak apa asal kaya
Kekayaan maha segala-galanya
Kekayaan menjadi puncak cita-cita
Kekayaan harkat dan martabat manusia
ㅤㅤ ㅤㅤ

Friday, June 22, 2018

Uma – Putu Fajar Arcana

Uma

 
Pohon yang kau pahat di dinding luluh dalam kabut.
Seorang jejaka atau gembala tua
yang menahanmu di tepi hutan cemara.
Angin tak jua berkabar tentang risau langit senja. Dan para dewa
mengintipmu dari celah dedaunan. Mungkin mereka sangsi
tentang petaka
tentang kutuk yang kau derita.
Kau tahu air susu lembu itu, hanya tipu
gerutu pilu seorang pangeran kahyangan.
Tapi cemar telah ditebar. Pantang menjilat sabda
yang bagai kilat menyambar, menghanguskan pucuk daun.
Jadi pergi, pergilah sejauh hutan.
Seorang malaikat muda menunggumu
di balik rimbun cahaya. Dan jika mukaku terbakar
karena api dalam darahmu, sebaiknya tak usah kembali.
Sebab surga tak seperti diceritakan dalam kitab.
Penuh kutuk dan sabda keji para pangeran tua.
Uma, pohon yang kau pahat di dinding leleh dalam terik.
Seorang dewa atau gembala tua yang mengutukmu.
Pasrahkan pada angin agar senja memerah
dan mengantar mataharimu ke balik malam.
2008

Kepada Anakku

Anakku.. Seperti kata seorang pujangga Kau bukan milikku Kau adalah anak jamanmu Seperti aku adalah anak jamanku Tapi anakku.. ...